A. GAMBARAN UMUM & SEKILAS TENTANG DESA DAYUREJO.
Secara administratis Desa Dayurejo berada di wilayah kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dan secara geografis desa ini terletak di bawah bagian utara lereng gunung ringgit. Sebelah timur berbatasan dengan desa jatiarjo dan desa pajaran gunting kec. Sukorejo, sebelah barat dengan desa leduk, sebelah utara dari desa bulukandang dan sebelah selatan berbatasan dengan kawasan perhutani dan hutan lindung. Desa ini terbagi menjadi 6 pendukuhan diantaranya : dukuh klataan, dukuh lebaksari, dukuh gotean, dukuh dayu, dukuh talunongko, dan dukuh gamoh.
Sosiologi
Mayoritas penduduk dayurejo merupakan masyarakat suku jawa asli, kecuali sebagian masyarakat yang berdomisili di dukuh dayu terdapat masyarakat campuran yakni dari suku madura dan suku jawa. Sejak islam masuk maka mayoritas penduduk memeluk agama islam, namun masih ada juga yang tetap mempertahankan aliran kejawen / aliran ketimuran yang syarat dengan keturunan etika yang tinggi dan dalam.
Cagar budaya dan kebudayaan
Pertapaan indrokilo yang terletak dilereng gunung ringgit merupakan sebuah peninggalan bersejarah. Sampai saat ini tempat ini masih aktif digunakan sebagai sarana meditasi (lelaku), atau berdo’a dengan tujuan tirakat untuk mencapai suatu cita – cita tertentu (simak cerita pewayangan Arjuna wiwaha). Indrokilo ini masih meninggalkan beberapa benda cagar budaya maupun beberapa petilasan. Apapun dan bagaimanapun sejarah dan cerita indrokilo tentunya sangat berkaitan erat dan mewarnai perkembangan budaya masyarakat dayurejo. Karena desa ini merupakan desa gerbang menuju tempat bersejarah tersebut.
Dari keenam pendukuhan yang ada masing – masing memiliki latar belakang sejarah yang berbeda, baik asal muasalnya, maupun perkembangan budayanya. Namun ada beberapa kesamaan budaya yang menonjol diantara dukuh – dukuh tersebut yakni adanya sebuah ritual yang bertujuan mengungkapan rasa syukur pada pencipta karena telah diberi air sebagai penghidupan mereka. Rasanya budaya ini tidaklah berlebihan karena memang pada kenyataannya ke enam dusun tersebut adalah daerah yang miskin air.
Dalam laporan ini kami akan mencoba mendiskripsikan / menggambarkan masing – masing wajah pendukuhan tersebut.
B. SEJARAH TERBENTUKNYA PENDUKUHAN – PENDUKUHAN
1. DUSUN KLATAAN
Sejarah terbentuknya nama KLATAAN
Versi I
Kalau kita pernah mendengar aliran banjir yang disertai bebatuan, barang kali suaranya begini “ klatak – klatak – klatak “ karena adanya perang sesama batu. Ketika ada sebuah banjir besar yang selalu datang setiap windu. Begitu besarnya banjir maka batu besarpun terbawa air. Banjir yang hampir selalu terjadi pada hari rabu legi tiap windu ini membawa suara gemuruh, terutama sura bebatuan yang berbunyi “ klatak – klatak “. Dari peristiwa bebatuan itulah nama dukuh ini di ambil, yakni dukuh KLATAAN.
Versi II
Konon saat itu di wilayah yang sekarang dinamakan klataan ini merupakan daerah yang bsangat miskin air. Satu – satunya sumber air terdekat yang bisa di konsumsi berasal dari desa gunting dan sukolilo yang berjarak kurang lebih 5 (lima) Km.
Suatu ketika ditengah hari saat Dzuhur datanglah seorang pengembara / tamu yang datang ke tempat ini.
2. RIWAYAT DUSUN GUTEAN
Suatu ketika ada seseorang pengembara yang berasal dari pulau Madura, yang bernama mbah Senen. Pengembaraan mbah Senen akhirnya tiba di suatu wilayah yang pada saat itu begitu banyak kawasan Celeng Srenggi (babi hutan).
Salah satu kebiasaan dari kawasan Celeng adalah melakukan Goteh (Berkubang). Karena twempat tersebut memang menjadi langganan tempat goteh / berkubang maka akhirnya disebut Gotehan / kubangan
Saat mbah senen bertemu dengan kawasan Celeng tersebut (celeng srenggi) akhirnya lari ke Striyo Manggung. Tanpa alasan yang jelas celeng tersebut dikejar dan sampai disini berhasil di Tulop / Supit (sejenis senjata yang terbuat dari batang bambu dan berpeluru seperti anak panah) dengan alang-alang abang (rumput ilalang merah) oleh mbah senen namun tidak mati, malah melarikan diri ke atas menuju Indrokilo. Setibanya di Indrokilo celeng tersebut mati dan berubah wujud menjadi reco / patung celeng srenggi.
“Dalam cerita pewayangan Arjuna Wiwaha, Celeng Srenggi adalah jelmaan patih raja Niwatakawaca dari imamantaka yang bernama patih Momongmorka. Celeng tersebut berhasil dibunuh oleh raden Arjuna dan Kiratarupa (jelmaan batara guru) di sekitar indrokilo, karena mengganggu masyarakat”.
3. RIWAYAT DUSUN LEBAKSARI
LEBAKSARI berasal dari kata LEBEK yang berarti menggambarkan sebuah kondisi tanah dan rerumputan yang baru saja di injak – injak oleh banyak orang, jadi kondisinya kucel, acak – acakan, becek, licin dsb. Dan sari yang berarti manusia. Jadi lebaksari berarti wilayah yang lebek karena diinjak – injak manusia. Peristiwa ini bermula dari suatu wangsit yang di turunkan oleh mbah lempuk kepada nongko kubro, seorang yang tinggal di wilayah yang saat itu belum bernama. Isi wangsit tersebut adalah sebuah perintah yang ditunjukan untuk semua penduduk di wilayah itu. Perintah itu menyatakan bahwa semua penduduk harus segera pindah tempat baru dengan alasan akan ada suatu banjir bandang (banjir besar) yang akan melewati wilayah tersebut.
Tempat baru yang dimaksud dalam wangsit itu adalah suatu wilayah yang ditandai dengan adanya tumbuhan GLAGAHSARI (tanaman sejenis ilalang). Daerah ini memang lebih tinggi dari tempat semula. Karena begitu banyak tanaman glagah maka tempat tersebut dinamakan Glagahsari. Namun setelah banyaknya manusia yang datang akhirnya tempat tersebut menjadi lebek, dan akhirnya ada perubahan nama menjadi lebaksari. SLAMETAN SUMBER
Masyarakat di dukuh tersebut mendapat anugrah air dari sumber centel (karena tempatnya nyentel / menempel di tebing dan sumber woh. Sebagai ungkapan syukur kepada pencipta dan alam maka masyarakat mengadakan selamatan sumber, yang pelaksanaannya dilakukan setahun sekali di dekat sumber. Dalam acara selamatan yang biayanya berasal dari swadaya masyarakat tersebut selalu dilengkapi dengan tumpeng lengkap, cok bakal, dan disertai berbagai mantera atau do’a.
Suatu ketika sumber tersebut airnya mati tanpa sebab yang jelas. Tapi kemudian ada seseorang yang mendapat wangsit agar selain melakukan selamatan sumber seperti biasanya juga diharapkan melepaskan seekor ayam putih mulus / suci, di sekitar sumber. Yang akhirnya dalam kepercayaan masyarakat, ayam putih itulah yang selalu ceker – ceker / mencakar – cakar supaya lubang sumbernya tidak tertutup sampah dan air terus mengalir.
4. RIWAYAT DUSUN DAYU
Dusun Dayurejo terdiri dari empat lingkungan yang mempunyai nama berbeda yang diantaranya :
1. Dayu Krajan / Dayurejo
Letaknya dibagian selatan atau bagian tengah dari Desa Dayurejo sehingga menjadi nama dari desa yang mempunyai 6 pendukuhan dengan nama yang berbeda pula.
2. Dayu Watu Panji
Letaknya dibagian paling utara dari Dusun Dayurejo, dipimpin oleh satu orang Rw dan dua Orang Rt. Nama Watu Panji berasal dari sebuah batu yang terdapat ditempat tersebut yang dianggap oleh sebagian masyarakat tempat keramat. Yang di huni oleh makhluk penjaga tempat tersebut dengan sebutan Raden Bagus Selo Panji. Konon Raden Bagus Watu Panji dipercaya bias memberikan keberuntungan, banyak para bakul (pedagang) yang hendak ke pasar dan sepulang dari pasar menaruh uang atau bunga di tempat tersebut juga pada waktu upacara pengiringan penganten berhenti di tempat itu melepas seekor ayam dan bunga.
3. Dayu Karang Panas
Terletak disebelah timur dari Dayu Watu Panji disebut demikian tempat itu sangat kekurangan air dan tanahnya bebatuan.
4. Dayu Pepel adalah lingkungan yang paling timur.
a. Asal Mula Kata Dayu
Kata dayu berasal dari bahasa jawa yaitu kata melayu yang artinya pelarian, dimana pada jaman penjajahan belanda sekitar kurang lebih tahun 1900 ada seorang pelarian dari pulau Madura yang bernama Bujuk Ram eke kawasan dusun dayu yang dulu masih berupa hutan belantara dan belum berpenghuni. Kemudian bujuk rame ini membabat hutan tersebut untuk dijadikan lahan pertanian dan membuat rumah untuk ditempati sekaligus untuk menghindari dari pengejaran masyarakat madura yang mengejar dia. Untuk mencukupi kehidupannya Bujuk Rame ini dengan cara bertani di kawasan yang telah di babatnya itu hingga pada suatu saat ladang pertaniannya itu dijadikan perkebunan kopi oleh pemerintahan belanda. Dan untuk mengolah perkebunan tersebut terdapat banyak pekerja yang setiap harinya bekerja di perkebunan itu dan menetap di perkebunan itu hingga terbentuklah sebuah perkampungan yang tak bernama. Hingga pada suatu hari ada salah satu anggota masyarakat yang memberikan usul untuk memberi nama perkampungan tersebut.
Karena dulunya sebelum ada perkebunan kopi perkampungan tersebut di babat oleh seorang pelarian dari pulau madura itu yang kalau dalam bahasa jawanya berarti melayu, maka perkampungan tersebut diberi nama perkampungan “Melayu”. Karena ada pengaruh dari bahasa belanda kata melayu ini lama kelamaan berubah menjadi dayu. Dan hingga saat ini perkampungan ini dikenal masyarakat dengan sebutan dayu. Dan kata perkampungan ini karena ada perubahan jaman maka perkampungan ini berubah menjadi dusun dan dalam sebuah dusun ini di pimpin oleh seorang kasun.
b. Tradisi Masyarakat
Upacara bersih desa dilaksanakan setiap dua tahun sekali oleh desa yang diikuti beberapa dusun termasuk dusun Dayurejo.
Upacara selamatan sumber sumber dilaksanakan setiap 1 tahun sekali oleh dusun. Upacara ini dilaksanakan di dekat mata air. Dengan di awali oleh ulu-ulu banyu (pengatur air) menaruh sesaji dan mengucapkan mantra. Mantra ini berawal dari ucapan rasa syukur masyarakat atas datangnya air ke dusun dayu.
III. Asal Nama Dayurejo
Menurut cerita sebagian masyarakat berasal dari “Dayurejo” yang artinya “tamu makmur” yang muncul kepercayaan bahwa orang-orang yang datang ke desa dayurejo akan menjadi makmur hidupnya.
IV. Peninggalan Bersejarah
Peninggalan yang masih ada di desa Dayurejo makam leluhur orang-orang Dusun Dayurejo yang disebut makam “bujuk rame” makam ini masih terawat dengan baik.
5. RIWAYAT DUSUN TALUNONGKO
Konon ada seorang yang bernama …………. Hendak berziarah ke pertapaan indrokilo. Sebelum mencapai indrokilo orang tersebut kemalaman di suatu wilayah yang terdapat banyak pohon nongko (nangka) dan saat itu wilayah tersebut belum bernama. Akhirnya orang tersebut memutuskan menginap / tidur dibawa pohon nangka karena memang KEDALON (kemalaman). Kedalon dalam bahasa jawa berasal dari kata dalu / malam. Karena memang kemalaman / kedalon di wilayah terdekat banyak pohon nangka maka tempat tersebut diberi nama dalu nongko yang entah karena apa (tanpa keterangan yang jelas) berubah menjadi TALUNONGKO. Sedang talu sendiri dalam bahasa jawa bias diartikan seorang yang sangat memegang teguh akan keyakinan yang di anggapnya benar, jadi sulit terpengaruh akan perkataan maupun perbuatan orang lain (sumber pak cat). Dan setelah masa itu maka banyak orang dari berbagai daerah seperti Madura, jawa tengah yang akhirnya membuka lahan di talunongko dan akhirnya terjadilah pendukuhan.
SELAMATAN SUMBER
Walaupun akhirnya talunongko telah dijadikan pendukuhan namun pada dasarnya daerah tersebut tidak ada air. Begitu inginya untuk mendapatkan air , maka penduduk yang dipimpin oleh Ki Buyut Waridin berburu air sampai masuk ke hutan. Di hutan tersebut dilakukan semedi / bertapa dan akhirnya mendapat sasmito / wangsit (petumjuk) bahwa disebelah bawah dempok tersebut terdapat kasampurnaning urip (kesempurnaan hidup) yang ternyata adalah sebuah sumber air. Akhirnya sumber tersebut dinamakan sumber Dempok Bulu Rancang.
Setelah sumbernya ketemu maka ada usaha untuk mengalirkan air tersebut ke dusun. Maka dibuatlah aliran air dari pipa bambu dari sumber ke desa. Begitu suka rianya penduduk karena telah mendapat air maka diadakan pemotongan sapi untuk berpesta, dan dilengkapi dengan menggelar wayang kulit / Ringgit Purwo yang saat itu masuk bulan rojab.
Waktu berjalan terus, dan pada akhirnya masyarakat yang tinggal di dusun Gotehan dan gamohpun terpaksa mengambil air dari sumber yang sama. Karena satu sumber air dipakai tiga pedusunan maka sempat dinamakan sumber tritunggal (pak cat).
6. RIWAYAT DUSUN GAMOH
a. ASAL USUL DESA GAMOH
Letak Dusun Gamoh dilereng Gunung Arjuno sebelah timur, dan ketinggian dusun gamoh kurang lebih 700 m dari permukaan air laut. Batas dusun sebelah utara dusun dayu, sebelah timur dusun tonggowa, sebelah barat dusun gutean & dusun talunongko, sebelah selatan berbatasan dengan hutan. Dusun gamoh dipimpin oleh seorang kasun, 2 perangkat, dan 1 modin, 4 Rw, 8 Rt. Penduduk lebih kurang 1.600 orang, jumlah KK lebih kurang 325.
Berdasarakan sumber dari para pinisepuh dusun gamoh yang bakal cikal dusun gamoh namanya Buyut Molos seorang pengembara dari pulau Madura yang kuburannya masih dapat ditemukan. Sedang pekerjaannya menjadi petani kopi. Karena tanahnya sangat subur dan hasil pertaniannya berlimpah-limpah mereka berhasil hidup di dusun tersebut maka dusun ini diberi nama dusun “sruworejo” sru artinya ingin atau kepingin dalam bahasa jawa, sedang rejo artinya ramai. Maksud nama itu agar dusun ini kelak kemudian hari menjadi desa ramai sedang anak cucunya dapat hidup makmur.
Karena hidup para penghuninya sangat rejo atau makmur, pada suatu hari kedatangan beberapa perampok yang selalu dikejar-kejar oleh pemerintahan belanda pada waktu itu. Para perampok tersebut lari ke desa manapun selalu diusir oleh warga setempat, terakhir melariakan diri ke desa sruworejo. Di dusun sruworejo diterima dengan baik oleh warga masyarakat dengan cacatan asal pekerjaannya yang lama ditinggalkan dan berubah menjadi petani ladang. Beberapa perampok tersebut bersumpah sedia mentaati ajakan warga dan tidak akan mengulangi pekerjaannya yang lama. Karena hidup di dusun sruworejo merasa tenang dan mudah mencari makan sehari-hari maka oleh para pendatang tersebut, maka desa ini ditambah namanya dusun sruworejo gamoh. Gamoh dikandung maksud mudah atau gampank mencari makan.
Lama kelamaan nama dusun sruworejo gamoh berubah menjadi gamoh. Sedang nama sruworejo makin terpendam, sampai sekarang dusun ini namanya tetap dusun gamoh. Sedangkan masih nama dusun sruworejo pada jaman penjajahan belanda sudah dipimpin. Oleh seorang kepala desa. Kepala desa yang pernah memimpin desa sruworejo, P.Sariadi yang pertama, P.Yasni kedua, P.Lasi yang terakhir. Demikian sekedar riwayat singkat asal-usulnya Dusun Gamoh Desa Dayurejo.
Harapan kami mudah-mudahan dusun ini karena penduduk cukup banyak desa makin ramai dapat ditingkatkan kembali seperti semula dan nama dikembalikan semula menjadi desa sruworejo.
b. ASAL USUL TUMPENGAN TIAP TAHUN
Dusun gamoh adalah dusun yang tidak ada sumber airnya. Untuk mencukupi kebutuhan air minum maka masyarakat mencari sumber air yang paling dekat dengan dusun gamoh, satu-satunya sumber air yang paling dekat dengan dusun gamoh adalah sumber bulurancang. Setiap harinya warga mengambil air dari sumber bulurancang dengan cara memikul untuk mencukupi kebtuhan mandi keluarga, memasak serta kebutuhan minum ternaknya. Padahal jarak sumber bulurancang dari dusun gamoh kurang lebih 3 km.
Karena penduduk makin bertambah akal makin berkembang akhirnya diadakan musyawarah seluruh warga untuk meringankan beban yang dirasa terlalu berat. Hasil keputususan musyawarah air dari sumber bulurancang dilaksanakan dengan istilah sekarang pipa dan pipanya dari bambu. Hasil kerja keras dari warga ternyata berhasil meskipun mengalami banyak kendala serta rintangan, karena niat masyarakat tidak kunjung padam biarpun banyak menghadapi rintangan dan gangguan. Tuhan Yang Maha Esa bersifat welas dan asih tidak merelakan umatnya selalu mendapat kesulitan. Pada suatu malam salah seorang warga dusun gamoh apabila dilaksanakan selamatan (tumpengan) setiap tahun. Tujuan dari tumpengan seluruh masyarakat tersebut agar Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi seluruh masyarakat dusun gamoh dan dijauhkan dari segala cobaan serta goda’an, minta kepada tuhan agar sumber bulurancang tersebut tetap besar dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dusun gamoh.
Karena masyarakat makin bertambah serta kebutuhan air makin meningkat dan sumber bulurancang tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan seluruh warga. Terpaksa sumber bulurancang diserahkan kepada dusun talunongko dan seluruh warga gamoh pindah sumber ke sumber dawuhan dan sumber curah lumut dijadjkan satu yang jarak jauhnya dari dusun gamoh lebih kurang 7 km. biarpun pindah sumber air upacara tumpengan tetap dilaksanakan dengan tujuan yang sama. Demikian sekedar uraian singkat tentang asal-usul tumpengan di dusun gamoh desa dayurejo.
RIWAYAT BUDAYA DESA MENYATUNYA 6 PENDUKUHAN – TERBENTUKNYA DESA DAYUREJO
Menyatunya ke-enam pendukuhan-pendukuhan, dukuh klataan, lebaksari, dayu, gotean, talunongko dan gamoh bukanlah suatu hal yang secara kebetulan. Namun hal tersebut terjadinya karena cita- cita terbentuknya kerukunan dan kekalan. Dan itu semua sebuah proses terutama kesamaan nasib, sosial dan budaya. Menyatunya ke-enam pendukuhan yang akhirnya bernama desa DAYUREJO tersebut di awali dari kebiasaan budi daya kopi. Karena dulunya penduduk ke-enam pendukuhan ini sama- sama bercocok tanam kopi di wilayah yang bernama sukmo sejati / sukmojati (setelah masa belanda sampai sekarang disebut kebon di pusung winong arang.
AWAL MULA KEGIATAN BERSIH DESA / SELAMATAN DESA
Menyadari akan keberhasilan bercocok tanam kopi tersebut, munculah ide untuk melakukan selamatan (bersih desa) dengan maksud sebagai curahan syukur dan terima kasih kepada pencipta atas rejeki yang mereka dapatkan. Adalah simorejo, yang waktu itu menjabat sebagai kepala desa, sebagai pelopor yang berhasil menyatukan penduduk ke-enam pendukuhan itu.
TERJADINYA ANCAKAN
Selamatan yang akhirnya diadakan tiap 2 tahun sekalimini, sengaja dibuat semeriah mungkin. Maka setiap hari jum’at legi bulan suro saat selamatan ini diadakan seluruh penduduk tua muda, pria wanita, anak-anak remaja dan dewasa pasti terlibat di dalamnya. Selamatan tersebut akhirnya lebih populer dengan sebutan ANCAKAN. Perwujudan ancakan itu sendiri berupa UBO RAMPEN yakni sejumlah perlengkapan upacara yang terdiri dari ancak lanang dan ancak wedok.
Ancak lanang berupa berbagai makanan yang terdiri dari berbagai jajanan / kue, yang di hias sedemikian rupa. Biasanya hiasan masing-masing dukuh berbeda, sesuai dengan kreativitas dan ke-khasan dukuh masing.
Ancak wedok berupa segala macam lauk pauk (ikan, telor, daging dan sebagainya) dan nasi / jenis makanan pokok. Inipun juga dihias seperti halnya ancak lanang.
Pasangan ancak lanang dan ancak wedok ini berangkat dari tiap dukuh dan diarak beramai-ramai oleh penduduk seluruh dukuh yang dipimpin kasun masing-masing menuju pendopo balai desa. Dalam arak-arakan ini biasanya juga diiringi dengan kesenian masing-masing, seperti gamelan, bantengan, cecaplok, macan-macanan, bedes-bedesan ataupun yang lainnya. Sesampainya di pendopo desa dimana para tokoh masyarakat juga berkumpul disana, diadakan do’a bersama, sebelum ancak-ancak tersebut dibagikan / diperebutkan oleh warga.
“ Khusus iring-iringan yang berupa bantengan, cecaplok dsb menggambarkan bahwa saat itu yang mengalami kebahagiaan bukan saja umat manusia, melainkan makhluk-makhluk lainpun juga ikut bersukaria, sehingga merekapun ikut dalam arak-arakan tersebut “
TENTANG PERTAPAAN INDROKILO
Dari dukuh talunongko (sekarang menjadi dusun talunongko) yang merupakan dusun terakhir dan terdekat dengan indrokilo, untuk menuju komplek pertapaan indrokilo akan melewati beberapa tempat-tempat penting. Tempat-tempat ini selain memiliki keunikan tersendiri, juga merupakan sebuah rangkaian yang memiliki rangkaian / keterikatan cerita satu sama lain.
Mbah panji (Raden Selo Panji)
Patung selopanji semula berada di dusun dayu, tapi entah karena apa, dan tidak jelas baik yang memindah serta proses kepindahannya, tapi kenyataanya patung selo panji berpindah tempat ke komplek pertapaan indrokilo. Sedang alas dari patung itu sendiri sampai sekarang masih menetap didusun dayu.
Mbah Demang
Nama sebuah pintu gerbang masuk ke indrokilo. Ini terletak perbatasan dengan dusun talunongko.
Satriyo manggung
Tempat ini terletak dipertengahan. Konon ceritanya tempat ini adalah untuk menyambut tamu dari bawah yang ingin ke indrokilo. Bila tamu tersebut direstui maka akan dijemput di tempat ini dengan tanda-tanda ada satrio yang manggung (bernyanyi seperti burung perkutut gung)
Indrokilo
Terletak di gunung ringgit. Di komplek ini terdapat beberapa petilasan tersebut adalah tempat bertapanya Begawan Mintorogo atau Begawan Ciptaning / Ciptahening, yang tak lain kalau dicerita pewayangan adalah Raden Arjuna panengah pandawa.
Candi laras
Berupa pecandian yang terletak diatas candi indrokilo
Goa Gambir
Sebuah tempat yang menyerupai ceruk, di tebingnya selalu meneteskan air sepanjang musim. Tempat ini juga diyakinkan sebagai tempat sakral.
Tempat-tempat penting lain
1. Jurang jero / igir-igir
Sebuah jurang yang sangat dalam dan curam. Sangat sulit untuk mencapai dasar jurang tersebut. Selain hutan alamnya yang masih lebat, kabutpun tak bernah sepi dari tempat tersebut. Ada versi yang menceritakan sebenarnya di pasar jurang tersebut terdapat goa yang dalam, dan disitulah Begawan Mintorogo bersemedi.
2. Lembah Niwotokawoco
3. Jurang klosotan
4. Panjilaras
5. Sukmo ilang
Secara administratis Desa Dayurejo berada di wilayah kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dan secara geografis desa ini terletak di bawah bagian utara lereng gunung ringgit. Sebelah timur berbatasan dengan desa jatiarjo dan desa pajaran gunting kec. Sukorejo, sebelah barat dengan desa leduk, sebelah utara dari desa bulukandang dan sebelah selatan berbatasan dengan kawasan perhutani dan hutan lindung. Desa ini terbagi menjadi 6 pendukuhan diantaranya : dukuh klataan, dukuh lebaksari, dukuh gotean, dukuh dayu, dukuh talunongko, dan dukuh gamoh.
Sosiologi
Mayoritas penduduk dayurejo merupakan masyarakat suku jawa asli, kecuali sebagian masyarakat yang berdomisili di dukuh dayu terdapat masyarakat campuran yakni dari suku madura dan suku jawa. Sejak islam masuk maka mayoritas penduduk memeluk agama islam, namun masih ada juga yang tetap mempertahankan aliran kejawen / aliran ketimuran yang syarat dengan keturunan etika yang tinggi dan dalam.
Cagar budaya dan kebudayaan
Pertapaan indrokilo yang terletak dilereng gunung ringgit merupakan sebuah peninggalan bersejarah. Sampai saat ini tempat ini masih aktif digunakan sebagai sarana meditasi (lelaku), atau berdo’a dengan tujuan tirakat untuk mencapai suatu cita – cita tertentu (simak cerita pewayangan Arjuna wiwaha). Indrokilo ini masih meninggalkan beberapa benda cagar budaya maupun beberapa petilasan. Apapun dan bagaimanapun sejarah dan cerita indrokilo tentunya sangat berkaitan erat dan mewarnai perkembangan budaya masyarakat dayurejo. Karena desa ini merupakan desa gerbang menuju tempat bersejarah tersebut.
Dari keenam pendukuhan yang ada masing – masing memiliki latar belakang sejarah yang berbeda, baik asal muasalnya, maupun perkembangan budayanya. Namun ada beberapa kesamaan budaya yang menonjol diantara dukuh – dukuh tersebut yakni adanya sebuah ritual yang bertujuan mengungkapan rasa syukur pada pencipta karena telah diberi air sebagai penghidupan mereka. Rasanya budaya ini tidaklah berlebihan karena memang pada kenyataannya ke enam dusun tersebut adalah daerah yang miskin air.
Dalam laporan ini kami akan mencoba mendiskripsikan / menggambarkan masing – masing wajah pendukuhan tersebut.
B. SEJARAH TERBENTUKNYA PENDUKUHAN – PENDUKUHAN
1. DUSUN KLATAAN
Sejarah terbentuknya nama KLATAAN
Versi I
Kalau kita pernah mendengar aliran banjir yang disertai bebatuan, barang kali suaranya begini “ klatak – klatak – klatak “ karena adanya perang sesama batu. Ketika ada sebuah banjir besar yang selalu datang setiap windu. Begitu besarnya banjir maka batu besarpun terbawa air. Banjir yang hampir selalu terjadi pada hari rabu legi tiap windu ini membawa suara gemuruh, terutama sura bebatuan yang berbunyi “ klatak – klatak “. Dari peristiwa bebatuan itulah nama dukuh ini di ambil, yakni dukuh KLATAAN.
Versi II
Konon saat itu di wilayah yang sekarang dinamakan klataan ini merupakan daerah yang bsangat miskin air. Satu – satunya sumber air terdekat yang bisa di konsumsi berasal dari desa gunting dan sukolilo yang berjarak kurang lebih 5 (lima) Km.
Suatu ketika ditengah hari saat Dzuhur datanglah seorang pengembara / tamu yang datang ke tempat ini.
2. RIWAYAT DUSUN GUTEAN
Suatu ketika ada seseorang pengembara yang berasal dari pulau Madura, yang bernama mbah Senen. Pengembaraan mbah Senen akhirnya tiba di suatu wilayah yang pada saat itu begitu banyak kawasan Celeng Srenggi (babi hutan).
Salah satu kebiasaan dari kawasan Celeng adalah melakukan Goteh (Berkubang). Karena twempat tersebut memang menjadi langganan tempat goteh / berkubang maka akhirnya disebut Gotehan / kubangan
Saat mbah senen bertemu dengan kawasan Celeng tersebut (celeng srenggi) akhirnya lari ke Striyo Manggung. Tanpa alasan yang jelas celeng tersebut dikejar dan sampai disini berhasil di Tulop / Supit (sejenis senjata yang terbuat dari batang bambu dan berpeluru seperti anak panah) dengan alang-alang abang (rumput ilalang merah) oleh mbah senen namun tidak mati, malah melarikan diri ke atas menuju Indrokilo. Setibanya di Indrokilo celeng tersebut mati dan berubah wujud menjadi reco / patung celeng srenggi.
“Dalam cerita pewayangan Arjuna Wiwaha, Celeng Srenggi adalah jelmaan patih raja Niwatakawaca dari imamantaka yang bernama patih Momongmorka. Celeng tersebut berhasil dibunuh oleh raden Arjuna dan Kiratarupa (jelmaan batara guru) di sekitar indrokilo, karena mengganggu masyarakat”.
3. RIWAYAT DUSUN LEBAKSARI
LEBAKSARI berasal dari kata LEBEK yang berarti menggambarkan sebuah kondisi tanah dan rerumputan yang baru saja di injak – injak oleh banyak orang, jadi kondisinya kucel, acak – acakan, becek, licin dsb. Dan sari yang berarti manusia. Jadi lebaksari berarti wilayah yang lebek karena diinjak – injak manusia. Peristiwa ini bermula dari suatu wangsit yang di turunkan oleh mbah lempuk kepada nongko kubro, seorang yang tinggal di wilayah yang saat itu belum bernama. Isi wangsit tersebut adalah sebuah perintah yang ditunjukan untuk semua penduduk di wilayah itu. Perintah itu menyatakan bahwa semua penduduk harus segera pindah tempat baru dengan alasan akan ada suatu banjir bandang (banjir besar) yang akan melewati wilayah tersebut.
Tempat baru yang dimaksud dalam wangsit itu adalah suatu wilayah yang ditandai dengan adanya tumbuhan GLAGAHSARI (tanaman sejenis ilalang). Daerah ini memang lebih tinggi dari tempat semula. Karena begitu banyak tanaman glagah maka tempat tersebut dinamakan Glagahsari. Namun setelah banyaknya manusia yang datang akhirnya tempat tersebut menjadi lebek, dan akhirnya ada perubahan nama menjadi lebaksari. SLAMETAN SUMBER
Masyarakat di dukuh tersebut mendapat anugrah air dari sumber centel (karena tempatnya nyentel / menempel di tebing dan sumber woh. Sebagai ungkapan syukur kepada pencipta dan alam maka masyarakat mengadakan selamatan sumber, yang pelaksanaannya dilakukan setahun sekali di dekat sumber. Dalam acara selamatan yang biayanya berasal dari swadaya masyarakat tersebut selalu dilengkapi dengan tumpeng lengkap, cok bakal, dan disertai berbagai mantera atau do’a.
Suatu ketika sumber tersebut airnya mati tanpa sebab yang jelas. Tapi kemudian ada seseorang yang mendapat wangsit agar selain melakukan selamatan sumber seperti biasanya juga diharapkan melepaskan seekor ayam putih mulus / suci, di sekitar sumber. Yang akhirnya dalam kepercayaan masyarakat, ayam putih itulah yang selalu ceker – ceker / mencakar – cakar supaya lubang sumbernya tidak tertutup sampah dan air terus mengalir.
4. RIWAYAT DUSUN DAYU
Dusun Dayurejo terdiri dari empat lingkungan yang mempunyai nama berbeda yang diantaranya :
1. Dayu Krajan / Dayurejo
Letaknya dibagian selatan atau bagian tengah dari Desa Dayurejo sehingga menjadi nama dari desa yang mempunyai 6 pendukuhan dengan nama yang berbeda pula.
2. Dayu Watu Panji
Letaknya dibagian paling utara dari Dusun Dayurejo, dipimpin oleh satu orang Rw dan dua Orang Rt. Nama Watu Panji berasal dari sebuah batu yang terdapat ditempat tersebut yang dianggap oleh sebagian masyarakat tempat keramat. Yang di huni oleh makhluk penjaga tempat tersebut dengan sebutan Raden Bagus Selo Panji. Konon Raden Bagus Watu Panji dipercaya bias memberikan keberuntungan, banyak para bakul (pedagang) yang hendak ke pasar dan sepulang dari pasar menaruh uang atau bunga di tempat tersebut juga pada waktu upacara pengiringan penganten berhenti di tempat itu melepas seekor ayam dan bunga.
3. Dayu Karang Panas
Terletak disebelah timur dari Dayu Watu Panji disebut demikian tempat itu sangat kekurangan air dan tanahnya bebatuan.
4. Dayu Pepel adalah lingkungan yang paling timur.
a. Asal Mula Kata Dayu
Kata dayu berasal dari bahasa jawa yaitu kata melayu yang artinya pelarian, dimana pada jaman penjajahan belanda sekitar kurang lebih tahun 1900 ada seorang pelarian dari pulau Madura yang bernama Bujuk Ram eke kawasan dusun dayu yang dulu masih berupa hutan belantara dan belum berpenghuni. Kemudian bujuk rame ini membabat hutan tersebut untuk dijadikan lahan pertanian dan membuat rumah untuk ditempati sekaligus untuk menghindari dari pengejaran masyarakat madura yang mengejar dia. Untuk mencukupi kehidupannya Bujuk Rame ini dengan cara bertani di kawasan yang telah di babatnya itu hingga pada suatu saat ladang pertaniannya itu dijadikan perkebunan kopi oleh pemerintahan belanda. Dan untuk mengolah perkebunan tersebut terdapat banyak pekerja yang setiap harinya bekerja di perkebunan itu dan menetap di perkebunan itu hingga terbentuklah sebuah perkampungan yang tak bernama. Hingga pada suatu hari ada salah satu anggota masyarakat yang memberikan usul untuk memberi nama perkampungan tersebut.
Karena dulunya sebelum ada perkebunan kopi perkampungan tersebut di babat oleh seorang pelarian dari pulau madura itu yang kalau dalam bahasa jawanya berarti melayu, maka perkampungan tersebut diberi nama perkampungan “Melayu”. Karena ada pengaruh dari bahasa belanda kata melayu ini lama kelamaan berubah menjadi dayu. Dan hingga saat ini perkampungan ini dikenal masyarakat dengan sebutan dayu. Dan kata perkampungan ini karena ada perubahan jaman maka perkampungan ini berubah menjadi dusun dan dalam sebuah dusun ini di pimpin oleh seorang kasun.
b. Tradisi Masyarakat
Upacara bersih desa dilaksanakan setiap dua tahun sekali oleh desa yang diikuti beberapa dusun termasuk dusun Dayurejo.
Upacara selamatan sumber sumber dilaksanakan setiap 1 tahun sekali oleh dusun. Upacara ini dilaksanakan di dekat mata air. Dengan di awali oleh ulu-ulu banyu (pengatur air) menaruh sesaji dan mengucapkan mantra. Mantra ini berawal dari ucapan rasa syukur masyarakat atas datangnya air ke dusun dayu.
III. Asal Nama Dayurejo
Menurut cerita sebagian masyarakat berasal dari “Dayurejo” yang artinya “tamu makmur” yang muncul kepercayaan bahwa orang-orang yang datang ke desa dayurejo akan menjadi makmur hidupnya.
IV. Peninggalan Bersejarah
Peninggalan yang masih ada di desa Dayurejo makam leluhur orang-orang Dusun Dayurejo yang disebut makam “bujuk rame” makam ini masih terawat dengan baik.
5. RIWAYAT DUSUN TALUNONGKO
Konon ada seorang yang bernama …………. Hendak berziarah ke pertapaan indrokilo. Sebelum mencapai indrokilo orang tersebut kemalaman di suatu wilayah yang terdapat banyak pohon nongko (nangka) dan saat itu wilayah tersebut belum bernama. Akhirnya orang tersebut memutuskan menginap / tidur dibawa pohon nangka karena memang KEDALON (kemalaman). Kedalon dalam bahasa jawa berasal dari kata dalu / malam. Karena memang kemalaman / kedalon di wilayah terdekat banyak pohon nangka maka tempat tersebut diberi nama dalu nongko yang entah karena apa (tanpa keterangan yang jelas) berubah menjadi TALUNONGKO. Sedang talu sendiri dalam bahasa jawa bias diartikan seorang yang sangat memegang teguh akan keyakinan yang di anggapnya benar, jadi sulit terpengaruh akan perkataan maupun perbuatan orang lain (sumber pak cat). Dan setelah masa itu maka banyak orang dari berbagai daerah seperti Madura, jawa tengah yang akhirnya membuka lahan di talunongko dan akhirnya terjadilah pendukuhan.
SELAMATAN SUMBER
Walaupun akhirnya talunongko telah dijadikan pendukuhan namun pada dasarnya daerah tersebut tidak ada air. Begitu inginya untuk mendapatkan air , maka penduduk yang dipimpin oleh Ki Buyut Waridin berburu air sampai masuk ke hutan. Di hutan tersebut dilakukan semedi / bertapa dan akhirnya mendapat sasmito / wangsit (petumjuk) bahwa disebelah bawah dempok tersebut terdapat kasampurnaning urip (kesempurnaan hidup) yang ternyata adalah sebuah sumber air. Akhirnya sumber tersebut dinamakan sumber Dempok Bulu Rancang.
Setelah sumbernya ketemu maka ada usaha untuk mengalirkan air tersebut ke dusun. Maka dibuatlah aliran air dari pipa bambu dari sumber ke desa. Begitu suka rianya penduduk karena telah mendapat air maka diadakan pemotongan sapi untuk berpesta, dan dilengkapi dengan menggelar wayang kulit / Ringgit Purwo yang saat itu masuk bulan rojab.
Waktu berjalan terus, dan pada akhirnya masyarakat yang tinggal di dusun Gotehan dan gamohpun terpaksa mengambil air dari sumber yang sama. Karena satu sumber air dipakai tiga pedusunan maka sempat dinamakan sumber tritunggal (pak cat).
6. RIWAYAT DUSUN GAMOH
a. ASAL USUL DESA GAMOH
Letak Dusun Gamoh dilereng Gunung Arjuno sebelah timur, dan ketinggian dusun gamoh kurang lebih 700 m dari permukaan air laut. Batas dusun sebelah utara dusun dayu, sebelah timur dusun tonggowa, sebelah barat dusun gutean & dusun talunongko, sebelah selatan berbatasan dengan hutan. Dusun gamoh dipimpin oleh seorang kasun, 2 perangkat, dan 1 modin, 4 Rw, 8 Rt. Penduduk lebih kurang 1.600 orang, jumlah KK lebih kurang 325.
Berdasarakan sumber dari para pinisepuh dusun gamoh yang bakal cikal dusun gamoh namanya Buyut Molos seorang pengembara dari pulau Madura yang kuburannya masih dapat ditemukan. Sedang pekerjaannya menjadi petani kopi. Karena tanahnya sangat subur dan hasil pertaniannya berlimpah-limpah mereka berhasil hidup di dusun tersebut maka dusun ini diberi nama dusun “sruworejo” sru artinya ingin atau kepingin dalam bahasa jawa, sedang rejo artinya ramai. Maksud nama itu agar dusun ini kelak kemudian hari menjadi desa ramai sedang anak cucunya dapat hidup makmur.
Karena hidup para penghuninya sangat rejo atau makmur, pada suatu hari kedatangan beberapa perampok yang selalu dikejar-kejar oleh pemerintahan belanda pada waktu itu. Para perampok tersebut lari ke desa manapun selalu diusir oleh warga setempat, terakhir melariakan diri ke desa sruworejo. Di dusun sruworejo diterima dengan baik oleh warga masyarakat dengan cacatan asal pekerjaannya yang lama ditinggalkan dan berubah menjadi petani ladang. Beberapa perampok tersebut bersumpah sedia mentaati ajakan warga dan tidak akan mengulangi pekerjaannya yang lama. Karena hidup di dusun sruworejo merasa tenang dan mudah mencari makan sehari-hari maka oleh para pendatang tersebut, maka desa ini ditambah namanya dusun sruworejo gamoh. Gamoh dikandung maksud mudah atau gampank mencari makan.
Lama kelamaan nama dusun sruworejo gamoh berubah menjadi gamoh. Sedang nama sruworejo makin terpendam, sampai sekarang dusun ini namanya tetap dusun gamoh. Sedangkan masih nama dusun sruworejo pada jaman penjajahan belanda sudah dipimpin. Oleh seorang kepala desa. Kepala desa yang pernah memimpin desa sruworejo, P.Sariadi yang pertama, P.Yasni kedua, P.Lasi yang terakhir. Demikian sekedar riwayat singkat asal-usulnya Dusun Gamoh Desa Dayurejo.
Harapan kami mudah-mudahan dusun ini karena penduduk cukup banyak desa makin ramai dapat ditingkatkan kembali seperti semula dan nama dikembalikan semula menjadi desa sruworejo.
b. ASAL USUL TUMPENGAN TIAP TAHUN
Dusun gamoh adalah dusun yang tidak ada sumber airnya. Untuk mencukupi kebutuhan air minum maka masyarakat mencari sumber air yang paling dekat dengan dusun gamoh, satu-satunya sumber air yang paling dekat dengan dusun gamoh adalah sumber bulurancang. Setiap harinya warga mengambil air dari sumber bulurancang dengan cara memikul untuk mencukupi kebtuhan mandi keluarga, memasak serta kebutuhan minum ternaknya. Padahal jarak sumber bulurancang dari dusun gamoh kurang lebih 3 km.
Karena penduduk makin bertambah akal makin berkembang akhirnya diadakan musyawarah seluruh warga untuk meringankan beban yang dirasa terlalu berat. Hasil keputususan musyawarah air dari sumber bulurancang dilaksanakan dengan istilah sekarang pipa dan pipanya dari bambu. Hasil kerja keras dari warga ternyata berhasil meskipun mengalami banyak kendala serta rintangan, karena niat masyarakat tidak kunjung padam biarpun banyak menghadapi rintangan dan gangguan. Tuhan Yang Maha Esa bersifat welas dan asih tidak merelakan umatnya selalu mendapat kesulitan. Pada suatu malam salah seorang warga dusun gamoh apabila dilaksanakan selamatan (tumpengan) setiap tahun. Tujuan dari tumpengan seluruh masyarakat tersebut agar Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi seluruh masyarakat dusun gamoh dan dijauhkan dari segala cobaan serta goda’an, minta kepada tuhan agar sumber bulurancang tersebut tetap besar dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dusun gamoh.
Karena masyarakat makin bertambah serta kebutuhan air makin meningkat dan sumber bulurancang tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan seluruh warga. Terpaksa sumber bulurancang diserahkan kepada dusun talunongko dan seluruh warga gamoh pindah sumber ke sumber dawuhan dan sumber curah lumut dijadjkan satu yang jarak jauhnya dari dusun gamoh lebih kurang 7 km. biarpun pindah sumber air upacara tumpengan tetap dilaksanakan dengan tujuan yang sama. Demikian sekedar uraian singkat tentang asal-usul tumpengan di dusun gamoh desa dayurejo.
RIWAYAT BUDAYA DESA MENYATUNYA 6 PENDUKUHAN – TERBENTUKNYA DESA DAYUREJO
Menyatunya ke-enam pendukuhan-pendukuhan, dukuh klataan, lebaksari, dayu, gotean, talunongko dan gamoh bukanlah suatu hal yang secara kebetulan. Namun hal tersebut terjadinya karena cita- cita terbentuknya kerukunan dan kekalan. Dan itu semua sebuah proses terutama kesamaan nasib, sosial dan budaya. Menyatunya ke-enam pendukuhan yang akhirnya bernama desa DAYUREJO tersebut di awali dari kebiasaan budi daya kopi. Karena dulunya penduduk ke-enam pendukuhan ini sama- sama bercocok tanam kopi di wilayah yang bernama sukmo sejati / sukmojati (setelah masa belanda sampai sekarang disebut kebon di pusung winong arang.
AWAL MULA KEGIATAN BERSIH DESA / SELAMATAN DESA
Menyadari akan keberhasilan bercocok tanam kopi tersebut, munculah ide untuk melakukan selamatan (bersih desa) dengan maksud sebagai curahan syukur dan terima kasih kepada pencipta atas rejeki yang mereka dapatkan. Adalah simorejo, yang waktu itu menjabat sebagai kepala desa, sebagai pelopor yang berhasil menyatukan penduduk ke-enam pendukuhan itu.
TERJADINYA ANCAKAN
Selamatan yang akhirnya diadakan tiap 2 tahun sekalimini, sengaja dibuat semeriah mungkin. Maka setiap hari jum’at legi bulan suro saat selamatan ini diadakan seluruh penduduk tua muda, pria wanita, anak-anak remaja dan dewasa pasti terlibat di dalamnya. Selamatan tersebut akhirnya lebih populer dengan sebutan ANCAKAN. Perwujudan ancakan itu sendiri berupa UBO RAMPEN yakni sejumlah perlengkapan upacara yang terdiri dari ancak lanang dan ancak wedok.
Ancak lanang berupa berbagai makanan yang terdiri dari berbagai jajanan / kue, yang di hias sedemikian rupa. Biasanya hiasan masing-masing dukuh berbeda, sesuai dengan kreativitas dan ke-khasan dukuh masing.
Ancak wedok berupa segala macam lauk pauk (ikan, telor, daging dan sebagainya) dan nasi / jenis makanan pokok. Inipun juga dihias seperti halnya ancak lanang.
Pasangan ancak lanang dan ancak wedok ini berangkat dari tiap dukuh dan diarak beramai-ramai oleh penduduk seluruh dukuh yang dipimpin kasun masing-masing menuju pendopo balai desa. Dalam arak-arakan ini biasanya juga diiringi dengan kesenian masing-masing, seperti gamelan, bantengan, cecaplok, macan-macanan, bedes-bedesan ataupun yang lainnya. Sesampainya di pendopo desa dimana para tokoh masyarakat juga berkumpul disana, diadakan do’a bersama, sebelum ancak-ancak tersebut dibagikan / diperebutkan oleh warga.
“ Khusus iring-iringan yang berupa bantengan, cecaplok dsb menggambarkan bahwa saat itu yang mengalami kebahagiaan bukan saja umat manusia, melainkan makhluk-makhluk lainpun juga ikut bersukaria, sehingga merekapun ikut dalam arak-arakan tersebut “
TENTANG PERTAPAAN INDROKILO
Dari dukuh talunongko (sekarang menjadi dusun talunongko) yang merupakan dusun terakhir dan terdekat dengan indrokilo, untuk menuju komplek pertapaan indrokilo akan melewati beberapa tempat-tempat penting. Tempat-tempat ini selain memiliki keunikan tersendiri, juga merupakan sebuah rangkaian yang memiliki rangkaian / keterikatan cerita satu sama lain.
Mbah panji (Raden Selo Panji)
Patung selopanji semula berada di dusun dayu, tapi entah karena apa, dan tidak jelas baik yang memindah serta proses kepindahannya, tapi kenyataanya patung selo panji berpindah tempat ke komplek pertapaan indrokilo. Sedang alas dari patung itu sendiri sampai sekarang masih menetap didusun dayu.
Mbah Demang
Nama sebuah pintu gerbang masuk ke indrokilo. Ini terletak perbatasan dengan dusun talunongko.
Satriyo manggung
Tempat ini terletak dipertengahan. Konon ceritanya tempat ini adalah untuk menyambut tamu dari bawah yang ingin ke indrokilo. Bila tamu tersebut direstui maka akan dijemput di tempat ini dengan tanda-tanda ada satrio yang manggung (bernyanyi seperti burung perkutut gung)
Indrokilo
Terletak di gunung ringgit. Di komplek ini terdapat beberapa petilasan tersebut adalah tempat bertapanya Begawan Mintorogo atau Begawan Ciptaning / Ciptahening, yang tak lain kalau dicerita pewayangan adalah Raden Arjuna panengah pandawa.
Candi laras
Berupa pecandian yang terletak diatas candi indrokilo
Goa Gambir
Sebuah tempat yang menyerupai ceruk, di tebingnya selalu meneteskan air sepanjang musim. Tempat ini juga diyakinkan sebagai tempat sakral.
Tempat-tempat penting lain
1. Jurang jero / igir-igir
Sebuah jurang yang sangat dalam dan curam. Sangat sulit untuk mencapai dasar jurang tersebut. Selain hutan alamnya yang masih lebat, kabutpun tak bernah sepi dari tempat tersebut. Ada versi yang menceritakan sebenarnya di pasar jurang tersebut terdapat goa yang dalam, dan disitulah Begawan Mintorogo bersemedi.
2. Lembah Niwotokawoco
3. Jurang klosotan
4. Panjilaras
5. Sukmo ilang
video creator editor by: KKN_UMM_K16_2017
0 Comments:
Posting Komentar